NAMA : PUPUT ANGGRAINI
NPM : 25211606
MATA
KULIAH : SOFTSKILL
Tugas Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Hukum Perjanjian
Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal
dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract.Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir
Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu
transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih
baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut
ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika
memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan
seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.
Menurut
Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum
(general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak
membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut
tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena
syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak.
Jadi
ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk
menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa
pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu
perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi
para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat
perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka
perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan
sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in
terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat.
Yang
mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya,
yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak
mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang
diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya
perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini. Namun kebebasan berkontrak
diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak
tidak tak terbatas.
Macam Macam Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian:
pelaku perjanjian sudah dewasa / cakap dan terjadi kesepakatan. Dewasa menurut
hukum perjanjian adalah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Dewasa secara
hukum berarti berumur 19 tahun (laki-laki) atau 16 tahun (wanita).
Yang dimaksud dengan seseorang
yang berada di bawah pengampunya adalah orang-oranga yang lemah ingatan (idiot,
gila, fisil, difisil). Idiot adalah mampu mengurus sendiri tapi tidak bisa
berpikir secara orang kebanyakan. Fisil artinya mampu mengurus diri sendiri sebatas
hal-hal tertentu. Difisil artinya tergantung pada orang lain.
Bersifat fakultatif artinya merupakan hak
apriori, boleh dilaksanakan dan boleh tidak dilaksanakan.
Hak menguasai ada 2 :
1. Hak milik, adalah hak yang tertinggi. Hak
eigendom. Ia memiliki dan menguasai yang dimilikinya.
2. Hak menguasai atau hak pesit atau hak tidak sempurna. Ia hanya dapat menguasai, tapi tidak memiliki.
2. Hak menguasai atau hak pesit atau hak tidak sempurna. Ia hanya dapat menguasai, tapi tidak memiliki.
Bagian-bagian perjanjian:
1. Esensialia (harus ada): (missal untuk jual
beli tanah) siapa penjual, hubungan penjual dengan yang dijual, siapa
pembelinya, tanahnya luasnya berapa, lokasi, batas, ada harganya.
2. Naturalia (harus ada): hl-hal yang mengatur
perjanjian seperti cara pembayaran (cash/angsur), cara penyerahan (cash/tidak
cash)….. hal ini penting karena menyangkut tanggung jawab
3. Accidentalia (tidfak harus ada)
Syarat Sah Perjanjian
PERJANJIAN merupakan suatu
“perbuatan”, yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang mempunyai akibat
hukum.Perjanjian juga bisa dibilang sebagai perbuatan untuk memperoleh
seperangkat hak dan kewajiban,yaitu akibat-akibat hukum yang
merupakan konsekwensinya. Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan
perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh
seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi itu meliputi
perbuatan-perbuatan:
Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran
harga barang dalam perjanjian jual beli barang.
Melakukan sesuatu,
misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan.
Tidak melakukan sesuatu,
misalnya tidak bekerja di tempat lain selain perusahaan tempatnya bekerja dalam
perjanjian kerja.
Perjanjian
melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan
mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak
dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian
disebut debitur, sedangkan pihak lain yang berhak atas
pemenuhan kewajiban itu disebutkreditur. Dalam perjanjian jual beli mobil,
sebagai penjual Gareng berhak memperoleh pembayaran uang harga mobil, dan disisi
lain ia juga berkewajiban untuk menyerahkan mobilnya kepada Petruk. Sebaliknya,
sebagai pembeli Petruk wajib membayar lunas harga mobil itu dan ia sekaligus
berhak memperoleh mobilnya.
Selain orang-perorangan (manusia
secara biologis), para pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan
hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah
satu pihak – atau keduanya – dalam perjanjin. Kedua-duanya merupakan subyek
hukum, yaitu pihak-pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum, pihak-pihak yang
mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum segala perbuatan hukumnya akan
mengikat badan hukum itu sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun
perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya – misalnya Direktur dalam
Perseroan Terbatas – namun perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum
itu secara perorangan, melainkan mewakili perusahaan sebagai legal entity.
Saat Lahirnya Perjanjian
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu
keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan
negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang
baik.
Itikad baik
yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati
oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini
disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu
perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua syarat
pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan
keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur
pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat
dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal
tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut
adalah batal demi hukum.
Suatu
persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya
melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut
berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu
diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu
persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan
Apabila suatu syarat
obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal
demi hukum .Dalam hal demikian, secara yuridis dari semula tidak
ada suatu perjanjian dan tidak
pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu.Persetujuan
kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu, harus diberikan secara bebas.
Dalam hukum perjanjian ada
tiga sebab yang membuat perizinan tidak bebas, yaitu : paksaan,
kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud dengan paksaan, adalah paksaan
rohani atau paksaan jiwa, jadi bukan paksaan badan. Kekhilafan atau kekeliruan
terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa
yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi
obyek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa
diadakan perjanjian itu.
Penipuan
terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan
yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak
lawannya memberikan perizinannya.Ada dua cara untuk memintapembatalan perjanjian itu.
Pertama pihak yang berkepentingan secara aktif sebagai penggugat meminta kepada
hakim supaya perjanjian itu dibatalkan.Cara kedua, menunggu sampai ia
digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.
Pelaksanaan
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk
dilaksanakan, perjanjian perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :
1.
Perjanjian untuk memberikan /
menyerahkan suatu barang;
2.
Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3.
Perjanjian untuk
tidak berbuat sesuatu
Contoh perjanjian yang pertama adalah jual-beli,
tukar-menukar, penghibahan, sewa- menyewa.contoh perjanjian yangkeduaadalah perjanjian untukmembuat suatu lukisan, perjanjian perubahan,perjanjian untuk
membuat sebuah garasi. contoh perjanjian yang ketiga adalah perjanjian untuk
tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak
mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang
lain.
Pedoman-pedoman lain yang
penting dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah :
1.
Jika
kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam
penafsiran, maka haruslah diselidiki maksud kedua belah pihak yang
membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata
menurut huruf.
2.
Jika sesuatu janji berisikan dua macam pengertian,
maka harus dipilih pengertian yang sedemikian rupa yang memungkinkan janji itu
dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak
memungkinkan suatupelaksanaan.
3.
Jika kata-kata dapat memberikan dua macam
pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan
sifat perjanjian.
4.
Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut
apa yang menjadi kebiasaan di negeri atau di tempat di
manaperjanjian diadakan
5. Semua janji harus diartikan dalam hubungan satu
sama lain ; tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjianseluruhnya
yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
Sumber :
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:94KHNmW-ntkJ:www.scribd.com/doc/53682222/Hukum-