PUPUT ANGGRAINI
25211606
2EB19
BAB
I
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
1.1
Pengertian Hukum
Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum
1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem
peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya
mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang
berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang
mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang
bersalah.
3. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam
masyarakat.
4. Drs.
E. Utrecht adalah seorang
pakar hukum yang mencoba untuk membuat batasan yang lengkap mengenai pengertian
hukum. Menurut Utrecht, pengertian hukum adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu
masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri.
5. Soerojo Wignjodipoero, menyatakan
bahwa hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang berisikan suatu
perintah, larangan atau perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu,
bersifat memaksa serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pengertian Hukum Secara Umum
Hukum
adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi
sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk
mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
1.2
Tujuan Hukum Dan
Sumber-Sumber Hukum
1.
Tujuan Hukum
sama
halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapat mengenai tujuan
hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
1. Prof Subekti, SH :
Hukum
itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa
dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan
hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang
bertentangan secara teliti dan seimbang.
3. Geny :
Tujuan
hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna
dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Pada umumnya hukum ditujukan untuk
mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta
mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga
dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun
tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang
sedang berlaku.
Secara singkat Tujuan
Hukum antara lain:
1. Keadilan
2. Kepastian
3. Kemanfaatan
Jadi hukum bertujuan untuk mencapai
kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah terjadinya perpecahan dan
mendapat keselamatan dalam keadilan.
2. Sumber-Sumber Hukum
Sumber-sumber
hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan.
Peraturan tersebut biasanya bersifat
memaksa. Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:
1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang
ditinjau dari berbagai perspektif.
2. Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie,
traktat dan doktrin
·
Undang-Undang ialah suatu
peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa
negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya
·
Kebiasaan ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga
menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang
dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
·
Keputusan Hakim (jurisprudensi) ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang
sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim
sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama
sekali di dalam UU
·
Traktat ialah perjanjian yang
dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara
yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat
warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
·
Pendapat Para Ahli Hukum (doktrin) Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh
juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut
pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana
hukum sangatlah penting.
1.3
Kodifikasi Hukum
Ialah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
1.
Hukum
Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam
berbagai peraturan-peraturan.
2.
Hukum
Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup
dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati
seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur
dari suatu kodifikasi:
·
Jenis-jenis
hukum tertentu
·
Sistematis
·
Lengkap
Tujuan
Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh :
·
Kepastian
hokum
·
Penyederhanaan
hokum
·
Kesatuan
hokum
1.4
Kaidah
atau Norma
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara
resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan
berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga
berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada
sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah hukum
tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang
diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu.
Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum
sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau
perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang
bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka
lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala
adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai hukum,
meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah dipatuhi
dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama
ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat
sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum.
Menurut
sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
1.
Hukum yang imperatif ialah kaidah hukum itu
bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2.
Hukum yang fakultatif ialahhukum itu tidak secara
apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam
norma yaitu :
1. Norma
Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian,
perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari
Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
2. Norma
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati.
Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai
pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3. Norma
Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar
individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu
mengenai kesopanan.
4. Norma
Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus
dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa
norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.
1.5
Pengertian Ekonomi dan Hukum
Ekonomi
1. Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah
adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan
alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran.
2. Hukum
ekonomi
Hukum Ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi
yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi
sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum Ekonomi di bedakan menjadi 2, yaitu :
1.
Hukum
ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia
secara Nasional.
2.
Hukum
Ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai
cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan
martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.
A.
Asas-asas
hukum ekonomi indonesia :
·
Asas
manfaat.
·
Asas
keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
·
Asas
keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
·
Asas
kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
·
Asas
usaha bersama atau kekeluargaan.
·
Asas
demokrasi ekonomi.
·
Asas
membangun tanpa merusak lingkungan.
B.
Dasar
hukum ekonomi Indonesia :
·
UUD 1945
·
Tap MPR
·
Undang-undang
·
Peraturan
pemerintah
·
Keputusan
presiden
·
Sk
menteriPeraturan daerah
C. Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan
pada klasifikasi internasional pembagiannya sebagai berikut :
·
Hukum
ekonomi pertanian atau agraria, yg di dalamnya termasuk norma-norma mengenai
pertanian, perburuan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
·
Hukum
ekonomi pertambangan.
·
Hukum
ekonomi industri, industri pengolahan.
·
Hukum ekonomi
bangunan.
·
Hukum
ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan
pariwisata.
·
Hukum
ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
·
Hukum
ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga, tenaga
kerja.
·
Hukum
ekonomi angkutan.
·
Hukum
ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam) dll.
D. Sumber Hukum Ekonomi Meliputi :
·
Perundang-undangan;
perjanjian; traktat;jurisprudensi; kebiasaan dan pendapat sarjana (doktrin).
·
Tingkat
kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat tergantung pada
kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum yang dianut di suatu
negara.
E. Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :
·
Sebagai
sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan.
·
Sebagai
sarana pembangunan.
·
Sebagai
sarana penegak keadilan.
·
Sebagai
sarana pendidikan masyarakat
Keempat
fungsi tersebut dapat diterapkan dalam hukum ekonomi yang merupakan suatu
sistem hukum nasional yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat .
F. Tugas Hukum Ekonomi :
·
Membentuk
dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi peningkatan pembangunan
ekonomi.
·
Perlindungan
kepentingan ekonomi warga.
·
Peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
·
Menyusun
& menerapkan sanksi bagi pelanggar.
·
Membantu
terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata hukum.
BAB
II
SUBYEK
DAN OBYEK HUKUM
2.1
SUBYEK HUKUM
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban
menurut hukum.Subjek hukum tebagi menjadi 2 yaitu subjek hukum manusia dan
subjek hukum badan usaha.
·
Subjek
Hukum Manusia
Setiap orang mempunyai
kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban.Pada prinsipnya orang
sebagai subjek hukum dimulai dari sejak lahir hingga meninggal dunia.
·
Subjek
Hukum Badan Usaha
Suatu perkumpulan atau
lembaga yang dibuat oleh hukun dan tujuan tertentu.Sebagai subjek hukum,badan
usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1.
Memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan
anggotanya.
2.
Hak dan kewajiban badan hukum terpisah
dari hak dan kewajiban para anggotanya.
2.2 OBYEK HUKUM
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat
bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek
hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu benda yang bergerak, dan benda yang tidak
bergerak.
·
Benda
yang bergerak
Benda yang bergerak
adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca
indera, terdiri dari benda berubah / berwujud.
·
Benda
yang tidak bergerak
Benda yang tidak
bergerak adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat
dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya
merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
2.3 HAK
KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN HUTANG (HAK JAMINAN)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang
adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan
kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan
jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi
(perjanjian).Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu Jaminan Umum dan
Jaminan Khusus.
·
Jaminan
Umum
1. Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
2. Benda
tersebut dapat dipindahtangankan haknya pada pihak lain.
·
Jaminan
Khusus
1. Gadai
2. Hipotik
3. Hak
tanggungan
4. Fidusia
BAB
III
HUKUM
PERDATA
3.1
Hukum
Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Perkataan
Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil” yaitu
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
Perkataan “perdata” juga lazim dipakai sebagai lawan dari “pidana”.
Ada
juga yang memakai perkataan “hukum sipil” untuk hukum privat materiil itu,
tetapi karena perkataan “sipil” itu juga lazim dipakai sebagai lawan dari
“militer”, maka lebih baik kita memakai istilah “Hukum Perdata” untuk segenap
peraturan hukum privat materiil.
Perkataan
“Hukum Perdata” ada kalanya dipakai dalam arti yang sempit sebagai lawan “hukum
dagang”, seperti dalam pasal 102 Undang-Undang Dasar Sementara, yang menitahkan
pembukuan (kodifikasi) hukum dinegara kita ini terhadap hukum perdata dan hukum
dagang, hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara perdata dan
hukum acara pidan, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.
Hukum
Perdata di Indonesia, ber-bhineka yaitu beraneka warna. Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini
masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya
antara lain :
1.
Faktor
etnis
2.
Faktor
hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk
Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a.
Golongan
eropa
b.
Golongan
bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c.
Golongan
timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga
Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian
dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta
benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang
mengenai hukum warisan. Untuk mengerti keadaan hukum perdata di Indonesia
sekarang ini, perlulah kita sekedar mengetahui tentang riwayat politik
pemerintah Hindia-Belanda dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi
pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal
131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang
pokok-pokonya sebagai berikut :
1.
Hukum
perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan
hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di
kodifikasi).
2.
Untuk
golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
belanda (sesuai azas konkordasi).
3.
Untuk
golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4.
Orang
Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu
peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5.
Sebelumnya
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum
yang berlaku adalah hukum adat.
3.2
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan
bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari
Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa
Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan
Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai
hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum
yang menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan
keseragaman hukum.
Pada
tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat
disebut “Code Napoleon”. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada
di Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de
Commerce”.
Sejalan
dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk
Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland”
yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah berakhirnya
penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811,
Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).
Oleh
karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda
(Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan
kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini
selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van
koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya
sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce. Dan
pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai saat
ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek).
Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
3.3
Sistematika Hukum Perdata Hukum Perdata di
Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan
yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang
sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat
demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Salah satu bidang hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara
subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang
berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang
hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang
berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau
negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem
hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan
sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah
terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan
BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah
jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu
masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda
sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.
Sistematika Hukum Perdata itu ada 2,
yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
2. Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
Sistematika Menurut Ilmu Hukum/Ilmu
Pengetahuan terdiri dari:
1. Hukum tentang orang/hukum
perorangan/badan pribadi (personen recht)
2. Hukum tentang keluarga/hukum
keluarga (Familie Recht)
3. Hukum tentang harta kekyaan/hukum
harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
4. Hukum waris/erfrecht
Sistematika hukum perdata menurut
kitab Undang-Undang hukum perdata:
1.
Buku
I tentang orang/van personen
2.
Buku
II tentang benda/van zaken
3.
Buku
III tentang perikatan/van verbintenisen
4.
Buku
IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila kita gabungkan sistematika
menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika menurut KUHPerdata maka:
1.
Hukum
perorangan termasuk Buku I
2.
Hukum
keluarga termasuk Buku I
3.
Hukum
harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk
Buku III sepanjang yang bersifat relative
4.
Hukum
waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum
waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena
pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur
dalam pasal 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai
berikut :
“Hak milik atas sesuatu kebendaan
tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena
perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun
menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas
suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang
yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu”
BAB IV
HUKUM PERIKATAN
4.1
Pengertian Hukum Perikatan
Asal kata perikatan dari obligatio
(latin), obligation (Perancis, Inggris) Verbintenis (Belanda = ikatan
atau hubungan). Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di
antaranya:
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas
prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian adalah peristiwa di mana
pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal.
Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara
kedua belah pihak.
Intinya, hubungan perikatan dengan
perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan
salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum
perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat
bebas untuk mengadakan perjanjian.
4.2
Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH
Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan
yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan
yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
4.3
Azas-Azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur
dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas
konsensualisme.
·
Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·
Asas konsensualisme
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.
Dengan demikian,
azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1.
Kata Sepakat antara Para Pihak yang
Mengikatkan Diri
Kata sepakat
antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan
perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari
perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2.
Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk
membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum,
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.
Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu
hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
4.
Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang
halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang
diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
4.4
Wan Prestasi dan Akibat-Akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori,
yakni :
1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2.
Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3.
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat;
4.
Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan
menjadi tiga kategori, yakni
1.
Membayar Kerugian yang Diderita oleh
Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi
sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:
a.
Biaya adalah segala pengeluaran atau
perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b.
Rugi adalah kerugian karena kerusakan
barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c.
Bunga adalah kerugian yang berupa
kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan
Perjanjian
Di
dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata.Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum
perjanjian diadakan.
3.
Peralihan Risiko
Peralihan
risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi
suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan
menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
4.5
Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut:
a.
Pembayaran merupakan setiap pemenuhan
perjanjian secara sukarela;
b.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan;
c.
Pembaharuan utang;
d.
Perjumpaan utang atau kompensasi;
e.
Percampuran utang;
f.
Pembebasan utang;
g.
Musnahnya barang yang terutang;
h.
Batal/pembatalan;
i.
Berlakunya suatu syarat batal;
j.
Lewat waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar