HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN PERDAGANGAN ANTAR MANCANEGARA
Setiap negara selalu menginginkan perdagangan yang dilakukan antarnegara dapat berjalan dengan lancar. Namun, terkadang kegiatan perdagangan antarnegara juga mengalami beberapa hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan Indonesia dalam perdagangan internasional. Berikut ini beberapa hambatan yang dialami Indonesia dalam perdagangan internasional.
1. Perbedaan Mata Uang Antarnegara
Pada umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah yang dapat menghambat perdagangan antarnegara. Negara yang melakukan kegiatan ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan mata uang negara
pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran
bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.
Pada umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah yang dapat menghambat perdagangan antarnegara. Negara yang melakukan kegiatan ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan mata uang negara
pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran
bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.
2 . Kualitas Sumber Daya yang Rendah
Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional. Mengapa? Karena jika sumber daya manusia rendah,
maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.
Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional. Mengapa? Karena jika sumber daya manusia rendah,
maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.
3 . Pembayaran Antarnegara Sulit dan Risikonya Besar
Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila
membayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga mempunyai risiko yang besar. Oleh karena itu negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer atau
menggunakan L/C.
Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila
membayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga mempunyai risiko yang besar. Oleh karena itu negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer atau
menggunakan L/C.
4 . Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu Negara
Setiap negara tentunya akan selalu melindungi barang-barang hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan perdagangan.
Setiap negara tentunya akan selalu melindungi barang-barang hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan perdagangan.
5 . Terjadinya Perang
Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.
Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.
6 . Adanya Organisasi-Organisasi Ekonomi Regional
Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasiorganisasi ekonomi. Tujuan organisasi-organisasi tersebut untuk memajukan perekonomian negara-negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk kepentingan negaranegara
anggota. Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan.
Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasiorganisasi ekonomi. Tujuan organisasi-organisasi tersebut untuk memajukan perekonomian negara-negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk kepentingan negaranegara
anggota. Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan.
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN NEGARA INDONESIA 15 TAHUN TERAKHIR
1. Struktur Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan pencatatan atas transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk dengan bukan penduduk Indonesia pada suatu periode tertentu. Secara umum, transaksi ekonomi yang tercakup dalam NPI dapat dibagi menjadi dua kelompok:
(1) barang (goods), jasa (services), pendapatan (income), dan transfer berjalan (current transfer);
(2) modal/finansial (capital/financial).
NPI hampir selalu mengalami surplus selama satu dasawarsa terakhir, kecuali pada tahun 2001 dan 2008. Nilai surplusnya amat berfluktuatif. Sebagai contoh, pada tahun 2004 dan 2005 hanya surplus sebesar USD 0,3 milar dan USD 0,4 miliar. Pada tahun 2006 terjadi lonjakan surplus yang mencapai lebih dari USD 14,5 miliar, serta masih bertahan dengan surplus USD 12,7 miliar pada tahun 2007. Defisit pada tahun 2008 mencapai hampir USD 2 miliar. Pada tahun 2009, NPI kembali surplus sekitar USD 13 miliar,
Adapun struktur Neraca Perdagangan Indonesia sebagai berikut :
Ø Transaksi Berjalan
A. Barang, bersih (Neraca Perdagangan)
1. Ekspor, fob
2. Impor, fob
B. Jasa-jasa, bersih
C. Pendapatan, bersih
D. Transfer Berjalan, bersih
Ø Transaksi Modal dan Finansial
A. Transaksi Modal
B. Transaksi Finansial
1. Investasi Langsung
a. Ke Luar Negeri, bersih
b. Di Indonesia (FDI), bersih
2. Investasi Portofolio
a. Aset, bersih
b. Kewajiban, bersih
3. Investasi Lainnya
a. Aset, bersih
b. Kewajiban, bersih
Ø Jumlah (I + II)
Ø Selisih Perhitungan Bersih
Ø Neraca Keseluruhan (III + IV)
Ø Cadangan Devisa dan yang Terkait
a. Perubahan Cadangan Devisa
b. Pinjaman IMF
2. Ulasan Posisi Neraca pembayaran Indonesia 2004 – 2009
A. Neraca Transaksi Berjalan (Current Account)
Transaksi berjalan pada Tw.IV-2009 mencatat surplus USD3,4 miliar, lebih tinggi dari surplus USD2,2 miliar pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut bersumber dari bertambahnya suplus neraca perdagangan nonmigas, neraca migas dan neraca transfer berjalan. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas terkait dengan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dunia serta membaiknya harga beberapa komoditas ekspor. Sementara itu, kenaikan produksi minyak berdampak pada berkurangnya deficit neraca minyak. Sedangkan penambahan volume ekspor gas. Peningkatan defisit neraca jasa terutama bersumber dari naiknya pengeluaran jasa transportasi barang impor. Defisit neraca pendapatan turut pula meningkat disebabkan bertambahnya pembayaran dividen/hasil keuntungan perusahaan PMA serta pembayaran bunga utang luar negeri, terutama sektor pemerintah.
Kinerja transaksi berjalan pada triwulan IV 2008 mengalami perbaikan dengan mencatat defisit yang lebih kecil (defisit USD0,2 miliar) daripada yang terjadi pada triwulan III 2008 (defisit USD0,9 miliar). Kontributor utama dari perbaikan transaksi berjalan adalah penurunan pada defisit neraca pendapatan akibat berkurangnya pembayaran bagi hasil kepada kontraktor migas asing. Beberapa kontributor lain adalah impor minyak yang mengecil serta masih stabilnya penerimaan devisa dari turis asing dan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Dalam periode yang sama, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik, nilai impor nonmigas turun 12,4% dibandingkan triwulan III 2008 tetapi masih naik 27,9% dibandingkan triwulan IV 2007.
Pada 2006 mencatat surplus sebesar USD9,6 miliar, melonjak tinggi dibanding 2005 dan 2004 yang hanya mencapai USD278 juta. Angka surplus transaksi berjalan ini sedikit lebih kecil dibanding prakiraan semula (NPI publikasi November 2006) sebesar USD9,7 miliar. Hal ini terkait dengan pertumbuhan impor nonmigas yang mencapai 7%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 4%. Tingginya surplus transaksi berjalan didukung oleh surplus neraca perdagangan, baik migas maupun nonmigas, yang secara keseluruhan meningkat dari USD17,5 miliar pada kurun waktu 2004- 2005 menjadi USD29,7 miliar pada 2006. Kenaikan surplus juga terjadi pada neraca current transfer. Sementara itu, neraca jasa dan neraca pendapatan (income) mengalami kenaikan defisit.
b. Neraca Modal (Capital Account)
Transaksi modal pada Tw.IV-2009 mencatat surplus USD14 juta. Surplus tersebut berasal dari adanya bantuan hibah untuk investasi, seperti pembangunan sekolah, pembangunan perumahan, dan persenjataan. Pemberian hibah oleh donator asing tersebut sebagian terkait dengan upaya pemulihan kondisi pasca bencana alam di Sumatera. Dari total hibah investasi tersebut, sebagian besar disalurkan melalui sektor swasta (LSM) sekitar USD12 juta, sementara sektor pemerintah memperoleh USD2 juta.
Transaksi modal pada triwulan IV 2008 mencatat surplus sebesar USD29 juta, menurun disbanding triwulan sebelumnya (USD200 juta). Surplus tersebut terutama berasal dari bantuan hibah untuk investasi, seperti pembangunan rumah tinggal, jembatan, jalan, sekolah, dan lain-lain. Keseluruhan hibah tersebut diberikan masih dalam rangka bantuan korban bencana alam di beberapa tempat di tanah air. Dari total hibah tersebut, sebagian besar (90%) merupakan hibah investasi melalui sektor swasta (NGO) yakni sekitar USD26 juta dan sisanya USD3 juta melalui sektor public (pemerintah).
Selama 2006 mengalami surplus USD2.451 juta, meningkat sangat tajam dari surplus yang terjadi di 2005 sebesar USD345 juta. Angka tersebut juga jauh lebih tinggi dari prakiraan semula, yaitu defisit USD 855 juta (NPI exe. Nov 2006). Tingginya surplus tersebut akibat meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, terutama dalam bentuk pembelian saham, serta realisasi penarikan program loan yang lebih besar daripada perkiraan semula. Surplus tersebut juga bersumber dari berkurangnya aset penduduk di luar negeri berupa rekening giro dan deposito yang cukup signifikan.
c. Perubahan Cadangan Devisa
Sejalan dengan surplus neraca pembayaran Indonesia selama Tw.IV-2009, cadangan devisa pada akhir triwulan tersebut meningkat menjadi USD66,1 miliar, dari posisi pada akhir triwulan sebelumnya sebesar USD62,3 miliar. Adapun komponen cadangan devisa terdiri dari securities (surat-surat berharga) sebesar USD57,1 miliar (86,4% dari total cadangan devisa), currency & deposits sebesar USD3,3 miliar (4.9%), special drawing rights sebesar USD2,8 miliar (4,2%) dan monetary gold sebesar USD2,6 miliar (3,9%).
Sejalan dengan perkembangan neraca pembayaran Indonesia yang secara keseluruhan mencatat deficit cadangan devisa pada akhir Tw. IV-2008 menurun sekitar USD5,5 miliar (10%) menjadi USD51,6 miliar, dari posisi pada akhir triwulan sebelumnya sebesar USD57,1 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 4,0 bulan. Komposisi cadangan devisa terdiri dari securities (surat-surat berharga ) sebesar USD45,5 miliar (88% dari total cadangan devisa), currency & deposits sebesar USD3,7 miliar (7%) dan monetary gold sebesar USD2,0 miliar (4%). Posisi surat-surat berharga meningkat dari akhir triwulan III tahun 2008 sebesar USD41,0 miliar. Sementara itu, posisi currency & deposits dan monetary gold mengalami penurunan, yaitu masing-masing dari USD13,5 miliar dan USD2,1 miliar pada akhir triwulan sebelumnya.
Tahun 2006 cadangan devisa mencapai USD42,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan posisi akhir tahun 2005 yang mencapai USD34,7 miliar, dan dari prakiraan semula sebesar USD40,4 miliar (NPI exe. Nov 2006). Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 4,5 bulan. Peningkatan tersebut berasal dari kenaikan penerimaan devisa hasil ekspor migas akibat kenaikan harga minyak. Kenaikan cadangan devisa sebagian juga terkait dengan langkah Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar yang cenderung menguat, terutama pada triwulan pertama, sebagai akibat terus meningkatnya arus masuk dana jangka pendek.
3. Perkembangan Devisa Indonesia
Dalam kurun waktu tahun 2004-2009, cadangan devisa Indonesia mengalami fluktuluasi, yakni pada tahun 2004, cadangan devisa Indonesia sebesar 36,3 Miliar US dolar, selanjutnya pada tahun 2005 menjadi sebesar 34,7 dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi 42,6 miliar dollar. Kenaikan ini berasal dari kenaikan penerimaan devisa hasil ekspor migas akibat kenaikan harga minyak yang rata-rata mencapai USD62,7/bl, lebih tinggi dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar USD52/bl. Kenaikan cadangan devisa sebagian juga terkait dengan langkah Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar yang cenderung menguat yang di sebabkan oleh masuknya dana jangka pendek dari luar. Tahun 2007 cadangan devisa kembali naik ke posisi 56,9 milliar Dollar dan pada tahun 2008 sebesar 69,1 Miliar Dollar serta pada tahun 2009 posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 66,91 milyar dollar.
Kenaikan cadangan devisa kita berdampak kepada menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar. Dari sini dapat kita simpulkan terjadinya perubahan cadangan devisa akan mempunyai dampak terhadap berubahnya nilai tukar rupiah. Dalam kurun waktu tahun 2004-2009, penguatan nilai tukar rupiah di sebabkan oleh derasnya arus kas atau modal dari luar. Sebagai gambaran pada akhir tahun 2004, nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar Rp. 9.244/Dollar, tahun 2005 sebesar Rp. 9.781/dollar, tahun 2006 Rp. 8.975/dollar, tahun 2007 sebesar Rp. 9.372/dollar, tahun 2008 Rp. 10.895/dollar dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 9.353/dollar.
4. Krisis Ekonomi Dunia tahun 2008 dan Dampaknya terhadap Indonesia.
Dunia finansial global kembali mendapatkan guncangan saat Lehman Brothers, bank investasi keempat terbesar di AS, menyatakan bangkrut pada pertengahan Oktober 2008.
Rambatan krisis keuangan AS pada dasarnya adalah dampak dari gelembung pasar keuangan yang pecah Implikasi yang paling menonjol adalah keketatan likuiditas (liquidity squeeze) yang disebabkan oleh kepercayaan yang anjlok dan sistem kredit yang macet. Dana di tarik dari emerging markets ke pusat-pusat keuangan di AS dan negara-negara industri lain (flight to quality). Keketatan likuiditas ini merembet dari episentrum-nya, Amerika Serikat, ke Eropa dan Asia. Contagion effects ini sedang berjalan dan pada akhirnya dapat membawa pada resesi dunia, dengan implikasi terhadap pertumbuhan dan ekspor Negara negara berkembang termasuk Indonesia.
Untuk mengantisipasi dampak krisis tersebut, BI terus berkoordinasi dengan Pemerintah dalam memilih kebijakan moneter dan akan menempuh beberapa langkah, yaitu:
a. Memperkuat likuiditas sektor perbankan. Bisnis yang memanfaatkan dana dari pembiayaan asing harus menyesuaikan tingkat ekspansi usahanya.
b. Menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang sesuai untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi.
c. Terkait neraca pembayaran, cadangan devisa yang dimiliki Indonesia saat ini aman. Namun demikian, BI akan terus menjaga volatilitas Rupiah agar gejolaknya tidak tajam serta akan tetap berada di pasar dengan tujuan menjaga stabilitas nilai tukar.
Krisis ekonomi yang terjadi di USA akan berdampak pada dua hal, yakni pengeringan likuiditas dan pelambatan ekonomi global. Seretnya likuiditas global dan relatif lamanya pemulihan ekonomi global akan berpengaruh pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Sesuai dengan perkembangan, IMF/WEO telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2009 menjadi hanya 0,5%. Perubahan tersebut berdampak pada menurunnya asumsi pertumbuhan ekonomi domestik menjadi 4-5%. Hal ini akan memberi dampak pada perkiraan NPI 2009 sebagai berikut :
a. Ekspor non migas akan memburuk hingga tumbuh negatif akibat permintaan eksternal terhadap produk ekspor Indonesia menurun tajam.
b. Impor non migas akan tumbuh menjadi negatif akibat perlambatan ekonomi domestik.
c. Transaksi berjalan akan mencatat defisit karena permintaan eksternal turun lebih tajam daripada permintaan domestik.
d. Transaksi modal dan finansial juga akan mengalami defisit, akibat berkurangnya arus masuk modal asing. Namun adanya rencana emisi global bond dan sukuk valas serta penarikan contigency loan (standby loan) akan menopang transaksi modal dan finansial sehingga hanya mengalami defisit yang kecil dan cadangan devisa tetap berada pada level aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar